Gambar Sampul Sosiologi · BAB 5 MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Sosiologi · BAB 5 MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Wida

23/08/2021 12:01:45

SMA 11 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

69

BAB 5

MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Tujuan pembelajaran

FAKTOR PENYEBAB

Kondisi geogra

fi

s

Letak geogra

fi

s

KEANEGARAMAN MASYARAKAT

Kondisi iklim dan

struktur tanah

KEANEKARAGAMAN

KEBUDAYAAN MASYARAKAT

INDONESIA

SUKU BANGSA DI INDONESIA

Setelah mempelajari bab ini siswa diharapkan dapat menganalisis perkemba-

ngan kelompok sosial dalam masyarakat multilateral.

70

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

A. PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai keanekaragaman kebudayaan merupakan suatu hal yang sangat

penting. Setidaknya terdapat tiga hal yang melandasi arti penting pembahasan tentang

keanekaragaman kebudayaan. Pertama, bangsa Indonesia memiliki masyarakat yang sangat

majemuk, yakni terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya, bahasa, agama, sistem adat, dan

sebagainya. Dengan mempelajari keanekaragaman kebudayaan akan sama artinya dengan

mempelajari bagian dari jati diri bangsa sendiri. Kedua, pembangunan yang sekarang

ini tengah digalakkan oleh pemerintah dan didukung oleh seluruh lapisan masyarakat

Indonesia akan menimbulkan perubahan-perubahan dalam sistem nilai budaya. Keadaan

seperti ini harus dipelajari untuk memberikan bekal pada proses pembangunan selanjutnya.

Ketiga, kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang teknologi informasi dan teknologi

transportasi telah meningkatkan intensitas pertemuan antara beberapa suku bangsa dan ke-

budayaan, baik yang ada di dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.

Uraian di atas menunjukkan bahwa mempelajari keanekaragaman kebudayaan yang

ada di Indonesia merupakan suatu hal penting dalam rangka membentuk wawasan dan ka-

rakter kebangsaan.

B. PENGERTIAN KEANEKARAGAMAN MASYARAKAT

Konsepsi keanekaragaman masyarakat (

masyarakat majemuk

) diuraikan oleh

J.S.

Furnival

sebagai suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas atau

kelompok-kelompok yang secara kultural dan ekonomik terpisah-pisah serta memiliki

struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lain.

Dalam hal ini

Nasikun

menyatakan bahwa keanekaragaman masyarakat (masyarakat

majemuk) merupakan suatu masyarakat yang menganut sistem nilai yang berbeda di antara

berbagai kesatuan sosial yang menjadi anggotanya sehingga para anggota masyarakat terse-

but kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang memiliki

homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk memahami satu

sama lain.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat yang

terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, adat istiadat, bahasa, agama, dan sebagainya. Oleh

karena itu masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat dari sebuah Negara bangsa

(

nation state

). Konsep bangsa (

nation

) dijelaskan oleh

Ernest Renan

sebagai suatu jiwa

yang melekat pada sekelompok manusia yang merasa dirinya bersatu di atas landasan per-

samaan latar belakang sejarah, persamaan nasib dan penderitaan pada masa lalu, dan per-

samaan cita-cita yang ingin dicapai pada masa depan. Menurut

Ernest Renan

, unsur-unsur

pokok yang mempersatukan bangsa bukanlah ras, warna kulit, bahasa, agama, dan hal-hal

lainnya yang bersifat

fi

sik, unsur pokok yang mempersatukan bangsa adalah hasrat dan ke-

inginan untuk membentuk satu kesatuan.

Keanekaragaman atau kemajemukan masyarakat Indonesia dilatarbelakangi oleh be-

berapa faktor berikut ini:

1. Letak geogra

fi

s

Indonesia berada pada posisi silang, yakni terletak antara dua samudera (Samudera

Masyarakat Multikultural

71

Hindia dan Samudera Pasi

fi

k) dan antara dua benua (Benua Asia dan Benua Australia).

Letak seperti ini membuat Indonesia menjadi wilayah yang sangat strategis, yakni terletak

di tengah-tengah lalu lintas perdagangan dan perhubungan internasional. Posisi seperti ini

sangat memungkinkan bagi masuknya berbagai pengaruh kebudayaan asing. Pengaruh

kebudayaan asing tersebut dapat ditelusuri sejak tahun 2000 SM, yakni sejak datangnya

kebudayaan

Dongson

yang dibawa oleh gelombang pertama para pendatang dari daerah

Yunan (daratan Cina Selatan) yang dilanjutkan dengan gelombang kedua pada tahun 500

SM. Berikutnya datang pengaruh kebudayaan Hindu/Budha yang mulai berkembang di

Indonesia sekitar tahun 400 M. Menurut tafsiran para ahli sejarah, sejak sekitar abad ke-11

sampai dengan abad ke-15 Masehi, pengaruh Islam sudah mulai menyebar secara intensif

di nusantara. Selanjutnya pada abad ke-16 datang pengaruh Barat bersamaan dengan

kolonialisme dan imperislisme yang dilakukan oleh beberapa bangsa Eropa, terutama

bangsa Belanda, di Indonesia.

Berbagai pengaruh asing tersebut datang silih berganti memperkaya khazanah

kebudayaan bangsa Indonesia. Tingkat penerimaan dan tingkat penafsiran yang berbeda-

beda terhadap pengaruh asing tersebut semakin menambah keanekaragaman kebudayaan

masyarakat Indonesia. Pada era globalisasi sekarang ini, pengaruh asing justru semakin

gencar memasuki wilayah-wilayah kehidupan bangsa Indonesia. Ini berarti, proses

perubahan akan terus terjadi.

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

Indonesia berada pada posisi silang yang strategis

72

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

2. Kondisi geogra

fi

s

Kondisi geogra

fi

s Indonesia yang meliputi kurang lebih 13.667 pulau besar dan kecil,

yang tersebar dari barat ke timur sepanjang ekuator kurang lebih 3000 mil, dari utara ke

selatan sepanjang ekuator kurang lebih 1000 mil. Keadaan semacam ini memungkinkan

bagi nenk moyang bangsa Indonesia untuk tinggal dan menetap di berbagai wilayah yang

berbeda-beda dan cenderung terisolasi satu sama lain. Keadaan seperti itu telah mendorong

berbagai bangsa yang tersebar di wilayah Indonesia untuk mengembangkan sistem budaya,

sistem bahasa, sistem religi, adat istiadat, dan lain sebagainya.

3. Kondisi iklim dan struktur tanah

Wilayah Indonesia yang sangat luas telah memungkinkan adanya perbedaan dalam

hal iklim dan struktur tanahnya. Faktor alamiah seperti ini juga menjadi faktor pembentuk

keanekaragaman (kemajemukan) regional. Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah te-

lah menciptakan dua macam lingkungan ekologis, yaitu: (1) pertanian sawah yang banyak

dijumpai di Pulau Jawa, Pulau Bali, dan beberapa wilayah di Pulau Sumatera, dan (2) per-

tanian ladang yang banyak dijumpai di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali.

Sumber:

www

.kompas.com

Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lahan pertanian yang sangat subur

Sehubungan dengan keanekaragaman masyarakat Indonesia,

C. Van Vollenhoven

membagi masyarakat Indonesia menjadi sembilan belas hukum adat. Dalam hal ini

Koentjaraningrat

menyebut kesembilan belas hukum adat tersebut sebagai daerah kebu-

dayaan atau culture area. Kesembilan belas daerah kebudayaan yang dimaksud adalah: (1)

Aceh, (2) Gayo, Alas, dan Batak, (2a) Nias dan Batu, (3) Minangkabau, (3a) Mentawai,

(4) Sumatera Selatan, (4a) Enggano, (5)Melayu, (6) Bangka Belitung, (7) Kalimantan, (8)

Minahasa, (8a) Sangir Talaud, (9) Gorontalo, (10) Toraja, (11) Sulawesi Selatan/Makasar,

(12) Ternate, (13) Ambon-Maluku, (13a) Kepulauan Barat Daya, (14) Irian, (15) Timor,

(16) Bali dan Lombok, (17) Jawa Tengah dan Jawa Timur, (18) Surakarta dan Yogyakarta,

dan (19) Jawa Barat.

C. KEANEKARAGAMAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN DI

INDONESIA

Bangsa Indonesia memiliki satu semboyan yang luar biasa, yakni

Bhinneka Tunggal

Ika

, yang kurang lebih berarti berbeda-beda tetapi satu jua. Semboyan tersebut setidaknya

Masyarakat Multikultural

73

mencerminkan dua hal yang sangat mendasar, yaitu: (1) adanya kenyataan bahwa bangsa

Indonesia terdiri dari aneka ragam suku bangsa, agama, budaya, adat istiadat, bahasa,

dan lains ebagainya, dan (2) adanya suatu komitmen bahwa keanekaragaman tersebut

membentuk suatu kesatuan yang bulat dan manunggal, yakni bangsa Indonesia.

Memang, keanekaragaman suku bangsa, agama, budaya, adat istiadat, bahasa, dan

sebagainya itu merupakan kekayaan yang tidak ternilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia

yang sekaligus merupakan aset nasional. Adapun keanekaragaman kebudayaan di Indonesia

dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:

1. Masyarakat Aceh

Masyarakat Aceh merupakan masyarakat yang berada di provinsi Nangro Aceh

Darussalam. Tanah Aceh yang sangat subur mendorong sebagian besar masyarakat-

nya bekerja pada sektor pertanian dengan menanam padi. Di daerah pedesaan sebagian

masyarakatnya juga berladang dengan cara menebang dan membakar hutan selain itu

masyarakat Aceh juga terkenal dengan peternakan sapi dan kerbau serta perdagangan.

Dalam kehidupan masyarakat Aceh berkembang empat macam bahasa yang berbeda

satu samalain, yaitu: (1) Bahasa Gayo Alas, yang digunakan oleh masyarakat Gayo Alas

di Aceh Tengah, (2) Bahasa Aneuk Jamee, yang digunakan oleh masyarakat Aceh Barat

dan Aceh Selatan, (3) Bahasa Tamiang, yang digunakan oleh masyarakat di daerah per-

batasan dengan Sumatera Timur, dan (4) Bahasa Aceh, yaitu bahasa yang digunakan oleh

masyarakat Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie, dan sebagian penduduk Aceh Barat.

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

Tempat-tempat ibadah seperti ini sangat banyak ditemui dalam hehidupan masyarakat

Aceh yang religius

Aceh merupakan daerah di Indonesia yang pertama kali menerima pengaruh ajaran

Islam. Hingga sekarang masyarakat Aceh merupakan penganut agama Islam yang taat.

Ajaran-ajaran Islam sangat berpengaruh terhadap sistem kekeluargaan, seperti perkawinan,

harta waris, dan kematian. Bahkan sekarang ini masyarakat Aceh memberlakukan syariat

Islam dalam sistem perundang-undangannya.

Makan bersama dalam kenduri merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam

upacara keagamaan. Dalam kegiatan

kenduri

tersebut undangan biasanya terdiri dari kaum

74

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

laki-laki. Upacara

kenduri

dipimpin oleh

Teungku

atau

Teungku meunasah

, yakni orang-

orang yang memiliki pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an.

Seperti yang telah diuraikan tadi, mayoritas masyarakat Aceh merupakan penganut

agama Islam yang taat. Masyarakat Aceh beranggapan bahwa perkawinan merupakan suatu

keharusan karena dianjurkan oleh ajaran agama. Dalam menentukan jodoh, masyarakat

Aceh membutuhkan syarat-syarat, seperti: (1) yang mencari jodoh adalah orang tua yang

didasarkan atas keturunan dan fungsi sosial dari keluarga gadis, dan (2) yang memilih jodoh

adalah anak mereka. Sebaliknya, orang tua pihak gadis juga akan menerima atau menolak

lamaran dengan pertimbangan yang serupa.

Sistem perkawinan berbentuk

matrimonial

, yakni suami tinggal bersama-sama di ru-

mah istri sampai keluarga baru tersebut memiliki rumah sendiri. Selama masih tinggal di

rumah mertua tersebut, yang memiliki tanggung jawab terhadap rumah tangga adalah pihak

mertua (ayah sang istri) tersebut. Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga

batih, yakni keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum kawin.

2. Masyarakat Batak

Masyarakat Batak tersebar di provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Batak terdiri

dari tiga subetnis, yakni

Batak karo

,

Batak Toba

, dan

Batak Simalungun

. Pada awalnya

masyarakat Batak merupakan pemuja roh-roh, baik roh baik (

danyang

) maupun roh jahat

(kala).

Masyarakat Batak mengembangkan sistem kekerabatan yang bersifat

patrilineal

dengan satuan-satuan famili yang dikenal dengan istilah

marga

. Hubungan kekerabatan

dalam satu kakek nenek disebut dengan

Sadanini

(pada masyarakat Karo) atau Saumpo

(pada masyarakat Toba). Satuan famili yang terkecil disebut dengan

Jabu

. Dalam sistem

perkawinan, masyarakat Batak memiliki empat macam perkawinan, yakni

perkawinan

mangali, perkawinan jasa, perkawinan caplok, dan perkawinan rangkat

.

Kegiatan ekonomi masyarakat Batak pada umumnya adalah bertani, yakni dengan

mengerjakan sawah dan ladang. Sistem pengerjaan lahan pertanian tersebut sering dilakukan

dengan cara gotong royong satu sama lain.

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

Danau Toba di Sumatera Utara

Masyarakat Multikultural

75

3. Masyarakat Minangkabau

Masyarakat Minang tersebar di daerah Sumatera Barat dan sebagian kecil ada di dae-

rah Sumatera Selatan. Ditinjau dari mata pencaharian, sebagian besar masyarakat Minang

merupakan masyarakat agraris dengan menanam padi di lembah-lembah yang sangat subur.

Daerah-daerah lereng pegunungan juga dimanfaatkan untuk berladang, yakni dengan me-

nanak sayur-sayuran dan palawija. Penduduk yang berada di pinggir danau juga memiliki

pekerjaan sambilan sebagai penangkap ikan.

Secara umum, masyarakat Minang merupakan penganut agama Islam yang taat. Hal

ini ditunjukkan dalam salah satu

pemeo

yang berbunyi:

“Adat bersendikan syara’, syara’

bersendikan kitabullah”

. Ungkapan tersebut sekaligus menunjukkan betapa eratnya

hubungan antara adat dan agama dalam kehidupan masyarakat Minang. Salah satu contohnya

adalah upacara-upacara adat yang diselenggarakan untuk menandai siklus hidup, seperti:

upacara

turun tanah (turun mandi),

upacara akikah, upacara khitanan, upacara khatam

mengaji Al-Qur’an, upacara perkawinan, dan lain sebagainya.

Ditinjau dari sistem kekerabatan, masyarakat Minang menganut sistem matrilineal, ya-

kni suatu sistem kekerabatan yang didasarkan atas keturunan ibu, artinya, seseorang dilihat

berdasarkan keluarga ibunya dan bukan dari keluarga ayahnya. Oleh karena itu, seorang

ayah berada di luar lingkungan keluarga anak dan istrinya. Dengan demikian, keanggotaan

di dalam lingkungan keluarga pada masyarakat Minang akan dilihat sebagai berikut: ibu,

saudara kandung, saudara perempuan dan saudara laki-laki ibu, anak laki-laki dan anak per-

empuan saudara perempuan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan dari anak perempuan

saudara ibu.

Masyarakat Minang membangun rumah-rumah permukiman yang khas, yakni dikenal

dengan istilah

rumah Gadang

. Rumah Gadang dibangun dengan atap meruncing dengan

lantai panggung yang kokoh. Disamping itu, dalam kehidupan masyarakat Minang tercipta

benda-benda seni yang khas, seperti kain adat, selendang, sarung, sajadah, seni terbang, seni

samroh. Kesenian tersebut diwariskan dan sekaligus dilestarikan secara turun temurun.

4. Masyarakat Jawa

Daerah kebudayaan Jawa meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa.

Ditinjau dari sudut mata pencaharian, masyarakat Jawa memiliki pekerjaan yang sangat

bervariasi, yakni pertanian, peternakan, perikanan, industri, jasa, dan lain-lain. Di beber-

apa daerah pantai, seperti di Cirebon, Cilacap, Semarang, Rembang, Tuban, Gresik, dan

Banyuwangi, sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Sedangkan di daerah

dataran rendah dan di perbukitan masyarakat Jawa pada umumnya bekerja sebagai petani

dan peternak. Sedangkan masyarakat perkotaan memilih bekerja di sektor perdagangan,

industri, dan jasa.

Secara kekerabatan, masyarakat Jawa mengembangkan prinsip keturunan

bilateral

.

Ditinjau dari istilah kekerabatannya, sistem klasi

fi

kasi kekerabatannya didasarkan atas ang-

katan-angkatan. Semua kakak laki-laki dan kakak perempuan dari ayah maupun ibu beserta

istri dan suaminya masing-masing diklasi

fi

kasikan menjadi satu dengan istilah

Siwa

atau

Uwa

. Selanjutnya, semua adik laki-laki dan perampuan dari ayah maupun ibu beserta istri

dan suaminya masing-masing dibedakan menurut jenis kelamin menjadi paman untuk laki-

laki dan bibi untuk perempuan. Dalam kehidupan masyarakat berkembang adat istiadat

76

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

yang menentukan bahwa antara dua orang yang berbeda jenis kelamin tidak boleh melang-

sungkan perkawinan jika keduanya merupakan saudara kandung atau dikenal dengan istilah

pancer lanang

.

Dalam hal kesenian, terdapat pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam yang menyatu

dengan kebudayaan asli. Dengan demikian, kebudayaan Jawa merupakan salah satu wujud

akulturasi. Kebudayaan Jawa yang berupa kesenian antara lain adalah

wayang

,

ketoprak

,

ludruk

, dan lain sebagainya.

5. Masyarakat Sunda

Masyarakat Sunda merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa

Barat dan secara turun temurun menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-

hari. Kehidupan ekonomi masyarakat Sunda sudah terlalu kompleks, tetapi sebagian besar

masyarakatnya masih bekerja dalam bidang pertanian, peternakan, industri, perdagangan,

dan jasa lainnya.

Sistem kekerabatan pada masyarakat Sunda dipengaruhi oleh adat yang diteruskan

secara turun temurun dan kemudian diperkaya dengan pengaruh ajaran Islam. Antara adat

dan ajaran Islam telah menyatu dalam kehidupan masyarakat Sunda. Misalnya dalam hal

perkawinan, masyarakat Sunda menyelenggarakannya menurut adat istiadat dan sekaligus

menurut ajaran agama Islam.

Pada masyarakat pedesaan yang masih berpegang teguh pada ajaran agama, berkem-

bang moralitas perkawinan yang mantap, seperti yang terungkap dalam kata-kata:

“Lamun

nyiar jodo kudu kakupuna”

artinya: kalau mencari jodoh harus kepada orang yang sesuai

dengan segalanya, baik rupa, kekayaan, maupun keturunannya. Adalagi kata-kata lainnya

seperti:

“Lamun nyian jodo kudu kanu sawaja sabeusi”

artinya: kalau mencari jodoh itu

harus mencari yang sesuai dan cocok dalam segala hal.

Dalam upaya mencari jodoh tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak, baik pihak

laki-laki maupun pihak perempuan. Dimulai dengan cara-cara yang

tidak serius

, sambil

bergurau antara kedua belah pihak yang bertempat di mana saja. Jika ada kecocokan, maka

pembicaraan diteruskan dengan acara

neundeun

omong

, yang berarti menaruh perkataan.

Kemudian antara kedua belah pihak saling melakukan pengamatan dan penyelidikan se-

cara maksimal. Jika kedua belah pihak terdapat kesepakatan acara akan diteruskan dengan

pinangan atau pelamaran dengan menggunakan tata cara khusus. Segera setelah itu terjadi

persiapan-persiapan untuk upacara pernikahan.

Dalam kehidupan masyarakat Sunda, keluarga yang terpenting adalah keluarga

batih

,

yakni keluarga inti. Selain keluarga

batih terdapat

juga sekelompok kerabat sekitar ke-

luarganya yang menjalin hubungan kekerabatan. Kelompok ini dikenal dengan istilah

golongan. Golongan inilah yang akan diudang dalam upacara-upacara penting seperti khi-

tanan, perkawinan, dan sebagainya.

Prinsip garis keturunan dalam kehidupan masyarakat Sunda adalah bersifat

bilateral

,

yakni garis keturunan yang memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui garis laki-laki

maupun perempuan. Masyarakat Sunda mengenal istilah-istilah untuk tujuh generasi ke

atas dan tujuh generasi ke bawah. Tujuh generasi ke atas adalah:

kolot, embah, buyut, bao,

janggawareng, udeg-udeg

, dan

gantung siwur

. Sedangkan tujuh generasi ke bawah adalah:

anak, incu, buyut, bao, janggawareng, udeg-udeg, dan gantung siwur.

Masyarakat Multikultural

77

Bahasa Sunda mengandung kesusastraan yang kaya. Bentuk sastra Sunda yang tertua

adalah

pantun

, yakni berisi tentang cerita kepahlawanan nenek moyang masyarakat Sun-

da dalam bentuk puisi yang diselingi dengan prosa. Selain itu berkembang juga kesenian

wayang, dan

wawacan

. Cerita-cerita wayang pada umumnya berasal dari

epos Ramayana

dan

Mahabarata

. Sedangkan cerita

wawacan

banyak diambil dari cerita-cerita Islam.

(6) Masyarakat Bali

Masyarakat Bali merupakan masyarakat yang mendiami pulau Bali dan beberapa

pulau kecil yang ada di sekitarnya. Sebagian besar di antara mereka beragama Hindu-Bali,

sedangkan sebagian kecil lainnya beragama Islam, Kristen, dan Budha.

Dalam kehidupan masyarakat Bali, perkawinan dianggap merupakan peristiwa

yang sangat penting. Pada saat perkawinanah seseorang dianggap telah menjadi warga

masyarakat secara penuh. Dengan menjadi warga masyarakat secara penuh berarti akan

memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai warga dari kelompok kerabat. Pada

masyarakat Bali yang berpegang teguh pada adat istiadat, di antaranya adalah sistem klen

(

dadia

) dan sistem kasta (

wangsa

), maka perkawinan sedapat mungkin dilakukan di antara

mereja yang sederajat, baik dalam klen maupun dalam kasta. Perkawinan adat Bali bersifat

endogamy klen

. Perkawinan yang paling dikehendaki oleh masyarakat Bali tradisional

adalah perkawinan anak-anak dari dua saudara laki-laki.

Sumber:

www

.travelblog.org

Salah satu tarian Bali

Selain memiliki keindahan alam yang luar biasa, masyarakat Bali juga mengembangkan

seni budaya yang tinggi dan beraneka macam. Oleh karena itu, banyak wisatawan, baik

wisatawan domestik maupun wisatawan asing, yang berkunjung untuk menikmati

keindahannya. Demikian juga, banyak pelajar yang menjadikan fenomena Bali sebagai

objek penelitiannya. Beberapa contoh seni budaya masyarakat Bali adalah

wayang

,

barong

,

tari jangerm,

tari legong

, dan lain-lain.

Ditinjau dari segi mata pencaharian, sebagian besar masyarakat Bali bekerja di sector

pertanian. Dalam mengembangkan pertanian, masyarakat Bali memiliki sistem pengairan

yang sangat khas yang disebut dengan istilah

subak

.

Subak

memiliki pengurus yang

dikepalai oleh Klian Subak serta pengurus-pengurus lainnya yang mengatur pengairan serta

penanaman padi pada lahan-lahan tertentu.

78

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

7. Masyarakat Dayak

Masyarakat Dayak terdapat di pedalaman Kalimantan. Pada umumnya mereka hidup

dengan bertani dan berladang yang dilakukan secara berpindah-pindah. Selain itu mereka

juga berburu dan menangkap ikan. Kegiatan berladang yang dilaksanakan secara berpindah-

pindah tersebut disesuaikan dengan siklus penanaman yang berganti-ganti.

Sebagian besar masyarakat Dayak masih menganut kepercayaan, yakni

Kaharingan

.

Kaharingan

merupakan suatu aliran kepercayaan yang memuja nenek moyang dan dewa-

dewa. Mereka juga percaya akan adanya kekuatan gaib yang menguasai alam, seperti hujan,

gempa bumi, gunung, halilintar, dan lain sebagainya. Di antara roh-roh gaib yang mereka

percayai, terdapat roh tertinggi yang disebut dengan

Alatalia

. Orang Dayak juga percaya

jika makan binatang-binatang penakut, mereka juga akan menjadi penakut. Itulah sebab-

nya pada umumnya mereka tidak makan daging kijang, karena kijang dianggap sebagai

hewan penakut. Di kalangan masyarakat Dayak terdapat pendeta laki-laki dan perempuan

yang bertindak sebagai dukun atau

syaman

. Pada saat

syaman

yang sedang melaksana-

kan kewajibannya biasanya menggunakan juru bahasa karena bahasa yang digunakan oleh

syaman

adalah bahasa

Sang Iyang

yang tidak dimengerti oleh masyarakat Dayak secara

umum.

Sistem kekerabatan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, baik

Ngaju

,

Oy Danum

,

maupun Ma’ayam merupakan sistem kekerabatan yang menganut prinsip keturunan

ambilineal. Pada zaman dahulu, di daerah Kalimantan Tengah masih terdapat rumah-rumah

panjang, maka kelompok kekerabatan yang terpenting adalah keluarga

ambilineal

kecil.

Bentuk keluarga ini muncul jika terdapat keluarga luas yang utrolokal. Pada masa-masa

sekarang ini, kelompok kekerabatan yang terpenting adalah keluarga luas

utrolokal

yang

biasanya terdapat dalam rumah tangga. Rumah tangga dalam kehidupan masyarakat Dayak

juga berlaku sebagai satu kesatuan

fi

sik, misalnya dalam upacara-upacara

Kaharingan

.

Setiap keluarga luas masing-masing memiliki roh pelindung dan di antaranya memuja roh-

roh nenek moyangnya sendiri.

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

Salah satu sudut perkampungan di Kalimantan

Masyarakat Dayak mengembangkan beberapa kegiatan kesenian seperti seni ukir,

seni bangunan, seni kerajinan anyaman, dan sebagainya. Disamping itu juga memiliki seni

bela diri sejenis gulat atau sumo yang merupakan ajang adu kekuatan antara sesame kaum

lelaki.

Masyarakat Multikultural

79

8. Masyarakat Bugis-Makasar

Masyarakat Bugis-Makasar merupakan masyarakat yang berada di jazirah selatan dari

pulau Sulawesi. Sejak zaman dahulu masyarakat Bugis-Makasar dikenal sebagai pelaut-

pelaut yang ulung. Mereka membuat perahu-perahu layar dengan

tipe pinisi

dan lambo

yang sanggup mengarungi perairan nusantara, bahkan sampai juga ke daerah Filipina dan

Sri Langka untuk berdagang. Mereka juga memiliki hukum niaga dalam pelataran yang

dikenal dengan istilah

ade’alloping-loping bicaranna pabbalu’e

. Hukum niaga tersebut

ditulis pada daun lontar oleh

Amanna Gappa

pada abad ke-17. Disamping berdagang dan

menangkap ikan di laut, masyarakat Bugis-Makasar juga bercocok tanam yang dilakukan

dengan berkebun dan berladang.

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

masyarakat Bugis-Makasar sangat akrab dengan kehidupan laut

Masyarakat Bugis-makasar tradisional secara umum masih memegang adat istiadatnya

yang dianggap sakral yang disebut dengan

panggandereng

. Sistem adat masyarakat Bugis-

Makasar didasarkan pada lima unsur pokok, yaitu: (1)

ade

atau

ada

, (2)

bicara

, (3)

rapang

,

(4)

wari

, dan (5)

sara

.

Kelima

unsur tersebut terjalin satu sama lain menjadi satu kesatuan

organisasi dalam alam pikiran masyarakat Bugis-Makasar sehingga memberikan harga diri,

martabat, dan rasa sentimen dan identitas sosial bersama.

Perkawinan yang ideal menurut masyarakat Bugis-Makasar adalah perkawinan yang

memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

a. Perkawinan antara dua saudara sepupu yang sederajat kesatu, baik dari pihak ayah

maupun dari pihak ibu. Perkawinan jenis ini dikenal dengan istilah

assialang marola

.

b. Perkawinan antara dua saudara sepupu yang sederajat kedua, baik dari pihak ayah mau-

pun ibu. Perkawinan jenis ini dikenal dengan istilah

ssialana

.

c. Yakni perkawinan antara dua saudara sepupu yang sederajat ketiga, baik dari pihak

ayah maupun ibu. Perkawinan jenis ini dikenal dengan istilah

epaddeppe’mebelae

.

80

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

Perahu pinisi, salah satu hasil kebudayaan masyarakat Bugis-Makasar

Bahasa yang dipergunakan di kalangan masyarakat Bugis adalah bahasa

Ugi

, sedang-

kan bahasa yang dipergunakan di kalangan masyarakat Makasar adalah bahasa Mangasara.

Masyarakat Bugis-Makasar memiliki kelebihan dalam seni sastra dan seni kerajinan. Dalam

bidang kesusastraan, naskah kuno ditulis dengan menggunakan bahasa Sansekerta. Setelah

masuknya agama Islam, naskah tersebut disaling dengan menggunakan bahasa Arab. Buku

kesusastraan asli yang terkenal yaitu buku

Sore Galigo

merupakan himpunan mitologi yang

dianggap keramat.

9. Masyarakat Ambon

Pulau Ambon merupakan salah satu pulau yang ada di kepulauan Maluku. Masya-

rakat Ambon termasuk masyarakat Maluku Utara yang disebut dengan suku

Tobelo

. Secara

umum, masyarakat Ambon merupakan masyarakat agraris yang bekerja sebagai petani dan

penangkap ikan. Jenis-jenis tanaman yang dikembangkan di antaranya adalah sagu, padi, ja-

gung, serta berbagai jenis buah-buahan. Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat

Ambon. Pohon sagu tumbuh subur di hutan-hutan dan di rawa-rawa. Pohon yang dianggap

telah cukup umur, yakni sekitar 6 sampai dengan 15 tahun, akan ditebang karena sudah

cukup masak untuk menghasilkan sagu, kemudian batangnya dibelah dan terasnya yang

terdiri dari serat-serat berisi tepung dipukul-pukul agar terlepas. Selanjutnya serat-serat

tersebut dicuci dan diperas dengan menggunakan saringan. Tepung-tepung yang dihasilkan

dicetak dalam bentuk kotak-kotak empat persegi dengan menggunakan daun sagu.

Sebagian masyarakat Ambon masih memuja roh-roh halus dengan cara diberi makan,

minum, dan dibuatkan tampat tinggal agar tidak mengganggu kehidupan sehari-hari. Untuk

memasuki tempat roh halus atau dikenal dengan istilah

belieu

, mereka harus melakukan

upacara tertentu dengan maksud mohon ijin kepada roh halus yang dimaksudkan. Upacara

tersebut dipimpin oleh tuan negeri yang dikenal dengan istilah mauweng, yakni perantara

antara manusia dengan roh-roh halus. Orang yang masuk ke belieu harus memakai pakaian

adat, yakni berwarna serba hitam dengan sapu tangan merah yang dikalungkan di bahu.

Masyarakat Ambon mengembangkan sistem kekerabatan berdasarkan hubungan

patri-

lineal

yang dibarengi dengan pola patrilokal. Kesatuan kekerabatan yang amat penting yang

lebih besar dari keluarga batih adalah

mata

rumah atau

fam

, yaitu suatu kelompok kekera-

Masyarakat Multikultural

81

batan yang bersifat

patrilineal

. Disamping itu, masyarakat Ambon juga mengembangkan

sistem kekerabatan yang lebih besar yang dikenal dengan istilah

famili

.

Famili

merupakan

kesatuan kekerabatan yang masih memiliki hubungan nenek moyang.

Masyarakat Ambon memiliki kesenian yang menonjol, terutama dalam hal seni suara

dan seni musik. Selain itu mereka juga mengembangkan seni ukir, dan seni kerajinan tenun.

Seni ukir digunakan untuk menghiasi rumah-rumah adat yang mereka bangun.

10. Masyarakat Dani dan Asmat

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

Pro

fi

l orang Asmat di Papua

Dr. Hagen

mengkalisi

fi

kasikan penduduk di pulau Irianjaya menjadi dua bagian

wilayah, yaitu: (1) penduduk yang berdiam di daerah pantai, dan (2) penduduk yang berdiam

di pedalaman atau pegubungan. Di daerah pedalaman terdapat suku-suku kerdil, dengan

tinggi rata-rata 144,9 cm, yakni

Suku Pasechem

,

Suku Kamaweka

,

Suku Tapiro

,

Suku Dani

,

Suku Asmat

, dan suku-suku lain yang ada di pantai utara pulau Irianjaya. Dengan demikian,

masyarakat

Dani

dan

Asmat

merupakan masyarakat yang mendiami pulau Irianjaya.

Mata pencaharian utama masyarakat Dani dan Asmat adalah bercocok tanam, menangkap

ikan, berburu, dan mengumpiulkan hasil-hasil hutan. Sagu dan kelapa merupakan makanan

pokok di kalangan mereka. Secara umum pola kehidupan yang mereka kembangkan masih

sangat sederhana.

Kebudayaan yang dikembangkan oleh masyarakat Dani dan Asmat pada dasarnya

merupakan kebudayaan peralihan antara kebudayaan Melayu dan kebudayaan

Melanesia

.

Mereka telah mengenal pembagian tugas yang didasarkan atas jenis kelamin. Tugas-tugas

82

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

yang berat seperti berburu, menebang kayu, membangun jembatan, membangun rumah, dan

sebagainya dikerjakan oleh kaum pria, sedangkan pekerjaan yang dianggap ringan seperti

menanam, menganyam jala, mengumpulkan hasil hutan, dan sebagainya dikerjakan oleh

kaum wanita.

11. Masyarakat Tionghoa

Secara umum masyarakat Indonesia sudah mengenal orang-orang Tionghoa, tetapi

sebagian besar belum mengenal dengan sewajarnya. Pada dasarnya orang-orang Tionghoa

yang ada di Indonesia berasal dari beberapa suku bangsa yang berasal dari dua propinsi,

yaitu

Fukien

dan

Kwangtung

. Setiap imigran Tionghoa ke Indonesia selalu membawa

kebudayaan suku bangsanya sendiri-sendiri. Setidaknya terdapat empat bahasa Cina yang

dipergunakan di Indonesia, yaitu

bahasa Hokkien, Teo-Chiu, Hakka, dan Kanton

.

Imigrasi orang-orang Tionghoa ke Indonesia sudah dimulai sejak abad ke-16 sampai

sekitar pertengahan abad ke-19. kebanyakan dari mereka berasal dari suku bangsa

Hokkien

dari propinsi

Fukien

bagian selatan. Para pendatang ini memiliki kepandaian dalam hal

berdagang. Pada umumnya suku bangsa

Hokkien

ini bertempat tinggal di Indonesia Timur,

Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Pantai Barat Sumatera.

Imigran Tionghoa lainnya adalah orang

Teo-Chiu

yang berasal dari pantai sela-

tan negeri Cina, bagian timur propinsi

Kwantung

. Orang-orang

Teo-Chiu

dan

Hakka

kebanyakan bekerja sebagai kuli di perkebunan dan pertambangan. Kebanyakan mereka

bertempat tinggal di Kalimantan Barat, Sumatera Timur, Bangka, Biliton, Jakarta, dan Jawa

Barat. Orang

Hakka

merantau karena terpaksa. Selama berlangsungnya gelombang imigrasi

dari tahun 1850 sampai 1930, orang

Hakka

merupakan yang paling miskin di antara para

perantau Cina.

Pendatang lainnya adalah orang-orang

Kanton

. Seperti orang-orang

Hakka

, orang-orang

Kanton juga terkenal sebagai kuli di perkebunan dan pertambangan. Mereka bermigrasi ke

Indonesia pada abad ke-19 sebagai penarik tambang di pulau Bangka. Orang-orang

Kanton

ini memiliki keahlian dalam hal pertukangan, pemilik took-toko besi, dan industri kecil.

Saat ini, orang-orang

Kanton

lebih menyebar ke di kota-kota di seluruh wilayah

Indonesia.

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

Orang-orang Tionghoa yang meraih sukses dalam usahanya di Indonesia

Masyarakat Multikultural

83

Meskipun para pendatang Cina sesungguhnya terdiri dari empat suku bangsa, namun

dalam pandangan bangsa Indonesia secara awam terdiri dari dua golongan, yakni Tiong-

hoa Totok dan

Tinghoa Peranakan

.

Tionghoa

totok

merupakan para pendatang Tionghoa

yang masih berpegang teguh dengan identitas, adat istiadat, dan bahasanya sehingga sulit

berakulturasi dengan bangsa Indonesia, sedangkan

Tionghoa Peranakan

merupakan pada

pendatang Tionghoa yang sudah melakukan pendekatan-pendekatan dan bahwa melakukan

perkawinan dengan bangsa Indonesia. Kebanyakan dari Tionghoa peranakan ini sudah lupa

pada identitas, adat istiadat, dan bahasanya sendiri, diganti dengan identitas, adat istiadat,

dan bahasa yang ada di lingkungan tempat tinggalnya di Indonesia.

Ditinjau dari mata pencahariannya, sekitar separuh dari orang-orang

Hokkien

, yang

ada di Indonesia bekerja sebagai pedagang. Namun demikian, di Jawa Barat, dan di pantai

barat Sumatera orang-orang

Hokkien

bekerja sebagai petani dan menanam sayur mayor. Di

Siapiapi (Riau) orang-orang

Hokkien

bekerja sebagai penangkap ikan.

Orang

Hakka

di Jawa dan Madura kebanyakan bekerja sebagai pedagang dan pen-

gusaha industri kecil. Di Sumatera orang-orang Hakka bekerja di pertambangan, sedangkan

di Kalimantan Barat kebanyakan mereka bekerja sebagai petani.

Orang

Teo Chiu

kebanyakan bekerja sebagai petani dan penanam sayur mayur. Di

perkebunan Sumatera Timur sebagian besar di antara mereka bekerja sebagai kuli perkebunan.

Sedangkan di Kalimantan Barat mereka bekerja sebagai petani. Beberapa orang

Teo Chiu

yang ada di kota-kota di Indonesia bekerja sebagai pedagang dan pengusaha industri kecil.

Orang-orang

Kanton

di Jawa mempunyai perusahaan industri kecil dan perusahaan

dagang hasil bumi. Di Sumatera kebanyakan di antara mereka bekerja sebagai petani, pen-

anam sayur mayor, dan buruh tambang. Sedangkan di Palembang banyak orang Kanton

yang bekerja sebagai tukang dalam industri minyak.

Dalam hal perdagangan, orang-orang Tinghoa membuat organisasi yang didasarkan

atas sistem kekerabatan. Sebagian besar usaha orang Tionghoa adalah kecil seperti kantor

dagang,

took

, atau gudang yang diurus oleh satu keluarga tanpa membutuhkan pekerja yang

diambil dari luar. Jika usahanya menemui sukses, biasanya mereka membuka cabang di kota

lain dalam bentuk yang sama dan dipegang oleh seorang saudara atau kerabat lainnya.

Usaha perdagangan orang Tionghoa di Indonesia biasanya tidak tetap. Mereka selalu

terancam kebangkrutan. Oleh karena itu, di antara perusahaan mereka jarang yang mampu

bertahan sampai tiga generasi. Salah satu sebab kebangkrutan itu adalah kegoncangan harga

pasar yang selalu berada di luar pengetahuan mereka.

Organisasi perdagangan yang kecil dan pembagian yang merata di antara keturunannya

menyebabkan mereka selalu memulai suatu usaha dengan modal yang kecil. Kebanyakan

keturunan mereka tidak memperhatikan usaha orang tuanya, sehingga perusahaan itu akan

mati bersamaan dengan meninggalnya orang tua di antara mereka. Hak milik hasil usaha di-

pegang oleh seluruh anggota keluarga ditambah dengan famili terdekat. Dengan demikian,

usaha anggota keluarga dengan mudah dapat dipersatukan.

Karena sebagian besar orang Tionghoa tinggal di perkotaan, maka perkampungan

mereka biasanya merupakan deretan rumah-rumah yang saling berhadapan di sepanjang

jalan pusat pertokoan. Biasanya merupakan rumah-rumah petak di bawah satu atap yang

84

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

tidak memiliki pekarangan. Ciri khas rumah orang Tionghoa kuno adalah pada bagian ujung

atapnya berbentuk lancip ditambah dengan hiasan berupa ukiran naga. Dalam satu perkam-

pungan biasanya terdapat satu atau dua kuil. Kuil-kuil tersebut bukanlah merupakan tem-

pat ibadah, melainkan merupakan tempat orang-orang meminta berkah, meminta anak, dan

tempat orang mencurahkan rasa gembira atas kesuksesan yang diraih. Untuk itulah mereka

membakar hio (dupa) kepada dewa yang dianggap sebagai pelindungnya.

Orang Tionghoa dianggap sudah dewasa dan menjadi orang setelah melaksanakan

perkawinan. Itulah sebabnya upacara perkawinan biasanya dibuat mahal, dan unik, karena

dianggap merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan masyarakat Tionghoa. Upacara

perkawinan tersebut biasanya diatur sepenuhnya oleh orang tua dari kedua belah pihak.

Bentuk rumah tangga yang dibangun oleh orang-orang Tionghoa adalah keluarga luas yang

terbagi ke dalam dua bentuk, yaitu: (1) bentuk keluarga luas virilokal yang terdiri dari keluarga

orang tua dengan hanyan anak laki-laki tertua beserta istri dan anak-anaknya, ditambah dengan

saudara-saudaranya yang belum kawin, dan (2) bentuk keluarga luas virilokal yang terdiri dari

keluarga orang tua dengan anak-anak laki-laki beserta keluarga-keluarga batih mereka masing-

masing.

Orang-orang Tionghoa menganut sistem

patrilineal

. Kelompok kekerabatan terkecil

bukanlah keluarga batih, melainkan keluarga luas yang virilokal. Oleh karena itu hubungan

dengan kaum kerabat pihak ayah akan lebih erat dibandingkan dengan hubungan dengan

kaum kerabat pihak ibu.

D. PERUBAHAN KEBUDAYAAN

Dari waktu ke waktu kebudayaan selalu berkembang mencapai bentuknya yang se-

makin sempurna. Perkembangan kebudayaan tersebut menjadi semakin kompleks mana

kala terjadi persinggungan antara kebudayaan masyarakat yang satu dengan kebudayaan

masyarakat yang lain. Dalam keadaan seperti inilah kebudayaan mengalami perubahan-

perubahan. Lalu, apakah yang dimaksud dengan perubahan kebudayaan tersebut?

Perubahan kebudayaan ditandai dengan perubahan unsur-unsur budaya masyarakat

yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman untuk kemudian dibentuk

suatu kesatuan budaya baru yang sesuai dengan tuntutan zaman. Seperti yang telah di-

uraikan dalam bagian sebelumnya, bahwa kebudayaan meliputi keseluruhan dari sistem

ide, sistem aktivitas, dan artefak-artefak. Perubahan kebudayaan yang dimaksud bisa terjadi

pada salah satu atau seluruh unsur kebudayaan yang ada.

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

Pakaian merupakan salah satu bagian terkecil dari kebudayaan

yang sangat cepat mengalami perubahan

Masyarakat Multikultural

85

Pada dasarnya, perubahan pada salah satu unsur kebudayaan akan berpengaruh terhadap

perubahan pada unsur-unsur lainnya. Perubahan pada sistem ide akan membawa pengaruh

kepada sistem aktivitas dan sekaligus berpengaruh pada artefak yang dihasilkan. Sebaliknya,

dihasilkannya artefak-artefak baru akan berpengaruh pada sistem ide dan sistem aktivitas.

Ditinjau dari waktunya, perubahan kebudayaan dapat terjadi melalui dua cara, yakni

revolusi dan evolusi. Revolusi dapat diartikan sebagai suatu perubahan kebudayaan yang

terjadi secara besar-besaran dan terjadi pada waktu yang relatif singkat. Fenomena revolusi

ini dapat disimak pada Revolusi Pertanian di Inggris pada abad ke-17, Revolusi Industri

di Inggris pada abad ke-18, Revolusi Perancis pada abad ke-18, Revolusi Kemerdekaan di

Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dan sebagainya. Sedangkan

evolusi

dapat diartikan

sebagai suatu perubahan kebudayaan yang berlangsung secara berurutan dalam waktu yang

relatif lama.

Sumber:

Encarta Encyclopedia, 2002

Perang kemerdekaan di Indonesia merupakan salah

satu contoh dari revolusi kebudayaan

Ditinjau dari sifatnya, perubahan kebudayaan juga dapat dibedakan menjadi dua bagi-

an, yaitu

progresif

dan

regresif

.

Progresif

merupakan perubahan kebudayaan yang menga-

rah pada bentuk yang semakin sempurna.

Progresif

dapat dikatakan sebagai langkah maju

dari suatu kebudayaan. Sedangkan

regresif

merupakan suatu perubahan kebudayaan yang

justru menjadi semakin menurun.

Regresif

dapat dikatakan sebagai langkah mundur dari

suatu kebudayaan. cepat atau lambatnya suatu perubahan kebudayaan, atau, maju atau mun-

durnya suatu perubahan kebudayaan akan sangat tergantung pada kondisi masyarakat di

mana kebudayaan tersebut berada. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan

kebudayaan adalah: (1) adanya pihak-pihak yang menghendaki terjadinya perubahan ke-

budayaan atau dikenal dengan istilah

agent of change

, (2) hubungan-hubungan yang ter-

jadi dengan kebudayaan-kebudayaan lain, dan (3) kondisi-kondisi lain yang terdapat dalam

masyarakat yang bersangkutan, seperti karakter masyarakat, sistem sosial, struktur sosial,

dan lain sebagainya.

E. TEORI-TEORI PERUBAHAN KEBUDAYAAN

Pada kesempatan ini akan dikemukakan tiga teori tentang perubahan kebudayaan, yakni:

(1)

unlinear theories of evolution

, (2)

universal theories of evolution

, dan (3)

multilinear

theories of evolution

.

86

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

Unlinear theories of evolution

menyatakan bahwa manusia dan masyarakat, termasuk

di dalamnya kebudayaan, mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu,

dari bentuk yang sederhana menuju bentuk yang semakin sempurna dan kompleks. Teoti

ini dipelopori oleh

Auguste Comte

.

Termasuk pendukung teori ini adalah

Pitirim A. Sorokin

yang menyatakan bahwa masyarakat berkembang melalui tahap-tahap yang masing- masing

didasarkan pada sistem kebenaran. Tahap pertama didasarkan pada kepercayaan, tahap

kedua didasarkan pada indera manusia, dan tahap terakhir didasarkan pada kebenaran.

Universal theories of evolution

menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak

melalui tahapan-tahapan secara tetap karena kebudayaan manusia telah memiliki garis

evolusi tertentu. Prinsip dasar teori ini diletakkan oleh

Herbert Spencer

. Selanjutnya tokoh

ini beranggapan bahwa masyarakat masyarakat merupakan suatu hasil perkembangan dari

sifat dan susunan yang homogen menuju sifat dan susunan yang heterogen.

Multilinear theories of evolution

menyatakan bahwa perubahan kebudayaan dipengaruhi

oleh faktor-faktor tertentu. Teori ini lebih menekankan pada kegiatan penelitian terhadap

tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat, misalnya mengadakan

penelitian tentang pengaruh perubahan sistem kekeluargaan dalam suatu masyarakat, dan

sebagainya.

F. MEKANISME PERUBAHAN KEBUDAYAAN

Berlangsungnya proses perubahan kebudayaan sangat dipengaruhi oleh dua hal, yakni:

(1) adanya faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan, dan (2) adanya saluran-

saluran perubahan.

Terdapat dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan kebudayaan.

Pertama

, fak-

tor internal, yakni faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, antara lain: (a)

berkembangnya rasa ketidakpuasan terhadap sistem kebudayaan yang ada, (b) adanya in-

dividu-individu yang menyimpang dari sistem nilai budaya yang ada, dan (c) adanya pen-

emuan-penemuan baru yang dapat diterima secara luas di kalangan masyarakat yang ber-

sangkutan.

Kedua

, faktor eksternal, yakni faktor yang berasal dari luar masyarakat. Termasuk ke

dalam faktor eksternal antara lain adalah: (a) terjadinya kontak dengan kebudayaan yang

dimiliki oleh masyarakat lain, (b) terjadinya bencana alam yang merusak lingkungan tempat

kebudayaan tersebut tumbuh dan berkembang, dan (c) terjadinya peperangan yang dapat

mengembangkan dan/atau mematikan suatu kebudayaan.

Kemajuan kebudayaan yang dicapai oleh suatu masyarakat tidak dapat dilepaskan dari

beberapa komponen, yaitu: (a) adanya kepemimpinan yang mantap, (b) adanya stabilitas

sosial pada masyarakat yang bersangkutan, (c) adanya saluran-saluran yang memungkinkan

terjadinya perubahan. Saluran-saluran kebudayaan yang dimaksud di antaranya adalah lem-

baga sosial, lembaga politik, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, dan sebagainya.

Perubahan kebudayaan dapat terjadi dalam beberapa bentuk, seperti

difusi

,

inovasi

,

asimilasi

, dan

akulturasi

.

Difusi

merupakan suatu penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari

pihak yang satu menuju pihak yang lainnya, misalnya tersiarnya ide-ide baru melalui siaran

radio, televise, internet, koran, dan sebagainya.

Inovasi

merupakan proses perubahan yang

Masyarakat Multikultural

87

bersumber dari adanya penemuan-penemuan baru yang terdapat di dalam masyarakat itu

sendiri.

Asimilasi

merupakan proses bercampurnya kebudayaan antara dua masyarakat atau

lebih yang saling berdekatan yang terjadi secara terus menerus dalam waktu yang cukup

lama. Proses

asimilasi

ini akan melahirkan suatu bentuk kebudayaan baru yang merupakan

konbinasi dari masing-masing karakter kebudayaan yang saling mempengaruhi.

Akulturasi

merupakan proses bercampurnya kebudayaan asing dengan kebudayaan setempat yang ber-

sifat melengkapi. Proses

akulturasi

tidak mengubah ciri khas dari budaya setempat.

Kegiatan

Lakukan pengamatan terhadap lingkungan di sekitar kalian tinggal. Lalu, jawablah

beberapa pertanyaan berikut ini:

(1) Berikan beberapa contoh perubahan kebudayaan yang terjadi di lingkungan sekitar

kalian tinggal!

(2) Berikan penjelasan yang berhubungan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya

perubahan kebudayaan yang telah kalian sebutkan tadi!

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat

yang terdiri dari aneka ragam suku bangsa, adat istiadat, bahasa, agama, dan sebagainya.

Keanekaragaman atau kemajemukan masyarakat Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa

faktor, yaitu:

a. Letak geogra

fi

s

b. Kondisi geogra

fi

s

c. Kondisi iklim dan struktur tanah

Memang, keanekaragaman suku bangsa, agama, budaya, adat istiadat, bahasa, dan se-

bagainya itu merupakan kekayaan yang tidak ternilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia

yang sekaligus merupakan aset nasional.

Dari waktu ke waktu kebudayaan selalu berkembang mencapai bentuknya yang se-

makin sempurna. Perubahan kebudayaan ditandai dengan perubahan unsur-unsur budaya

masyarakat yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman untuk kemudian

dibentuk suatu kesatuan budaya baru yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Perubahan pada salah satu unsur kebudayaan akan berpengaruh terhadap perubahan

pada unsur-unsur lainnya. Perubahan pada sistem ide akan membawa pengaruh kepada sis-

tem aktivitas dan sekaligus berpengaruh pada artefak yang dihasilkan.

Perubahan kebudayaan dapat terjadi melalui dua cara, yakni revolusi dan evolusi. Re-

volusi dapat diartikan sebagai suatu perubahan kebudayaan yang terjadi secara besar-besaran

dan terjadi pada waktu yang relatif singkat.

R

angkuman

88

Sosiologi

SMA dan MA Kelas XI IPS

Ditinjau dari sifatnya, perubahan kebudayaan juga dapat dibedakan menjadi dua bagi-

an, yaitu progresif dan regresif. Progresif merupakan perubahan kebudayaan yang menga-

rah pada bentuk yang semakin sempurna sedangkan regresif merupakan suatu perubahan

kebudayaan yang justru menjadi semakin menurun.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan kebudayaan adalah: (1) adanya pihak-

pihak yang menghendaki terjadinya perubahan kebudayaan atau dikenal dengan istilah

agent of change, (2) hubungan-hubungan yang terjadi dengan kebudayaan-kebudayaan lain,

dan (3) kondisi-kondisi lain yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan, seperti

karakter masyarakat, sistem sosial, struktur sosial, dan lain sebagainya.

Berlangsungnya proses perubahan kebudayaan sangat dipengaruhi oleh dua hal, yakni:

(1) adanya faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan, dan (2) adanya saluran-

saluran perubahan.

Masyarakat Multikultural

89

G

Latihan

Jawablah beberapa pertanyaan berikut ini dengan benar!

(1) Sebutkan beberapa suku bangsa yang ada di Indonesia!

(2) Berikan penjelasan yangmemungkinkan beberapa suku bangsa yang ada di Indonesia

dapat hidup saling berdampingan secara damai.

(3) Sebutkan empat macam bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat Aceh!

(4) Jelaskan sistem kekerabatan yang dibangun dalam kehidupan masyarakat Aceh!

(5) Sebutkan beberapa contoh seni budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat Aceh!

(6) Jelaskan mata pencaharian masyarakat Batak pada umumnya!

(7) Jelaskan sistem kekerabatan yang dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Batak!

(8) Sebutkan beberapa contoh seni budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat Batak!

(9) Jelaskan mata pencaharian masyarakat Minangkabau pada umumnya!

(10) Jelaskan sistem kekerabatan yang dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Minang-

kabau!

(11) Sebutkan beberapa contoh seni budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat Minang-

kabau!

(12) Jelaskan mata pencaharian masyarakat Jawa pada umumnya!

(13) Jelaskan sistem kekerabatan yang dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Jawa!

(14) Sebutkan beberapa contoh seni budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat Jawa!

(15) Jelaskan mata pencaharian masyarakat Sunda pada umumnya!

(16) Jelaskan sistem kekerabatan yang dikembangkan dalam kehidupan masyarakat

Sunda!

(17) Sebutkan beberapa contoh seni budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat Sunda!

(18) Jelaskan mata pencaharian masyarakat Bali pada umumnya!

(19) Jelaskan sistem kekerabatan yang dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Bali!

(20) Sebutkan beberapa contoh seni budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat Bali!

(21) Jelaskan mata pencaharian masyarakat Dayak pada umumnya!

(22) Jelaskan sistem kepercayaan yang dikembangkan dalam kehidupan masyarakat

Dayak!

(23) Sebutkan beberapa contoh seni budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat Dayak!

(24) Jelaskan mata pencaharian masyarakat Bugis-Makasar pada umumnya!

(25) Jelaskan sistem kekerabatan yang dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Bugis-

Makasar!

Glosarium

keanekaragaman

masyarakat

(masyarakat

majemuk)

: suatu masyarakat yang menganut sistem nilai yang berbeda

di antara berbagai kesatuan sosial yang menjadi anggotanya

sehingga para anggota masyarakat tersebut kurang memiliki

loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang

memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki

dasar-dasar untuk memahami satu sama lain.

Loyalitas

: Keteguhan komitmen untuk bretahan secara terus menerus

Majemuk

: beraneka ragam

Regional : wilayah

Kenduri

: makan bersama

Patrilinial

: sistem kekerabatan dengan menarik garis keturunan dari pihak

ayah

Matrilinial

: sistem kekerabatan dengan menarik garis keturunan dari pihak

ibu

Matrimonial

: sistem perkawinan dimana pihak suami tinggal bersama dirumah

istri sampai keluarga tersebut memiliki rumah sendiri.

batih : Keluarga inti

Bilateral

: Garis keturunan yang memperhitungkan hubungan kekerabatan

melalui garis laki-laki maupun prempuan

Revolusi

: Perubahan kebudayan yang terjadi secara cepat

Evolusi

: Perubahan kebudayan yang terjadi secara lambat

90